Harga Sebuah Kemerdekaan

“Merdeka” adalah suatu kata yang sering kita dengar dan ucapkan. Pada zaman perang kemerdekaan, ada slogan “Merdeka atau Mati!”. Salah satu partai politik di Indonesia selalu mengucapkan salam dengan kata ini. “Merdeka” menjadi suatu slogan yang langsung atau tidak langsung memberikan semangat, dorongan, cita-cita, tujuan dan sebuah harapan yang belum tercapai. Tanggal 17 Agustus 2013 kita merayakan kemerdekaan bangsa Indonesia, bangsa kita. Selama 68 tahun merdeka, sebenarnya apa makna dari kata ini bagi kita, secara umum sebagai bagian dari bangsa Indonesia, dan secara khusus sebagai orang Kristen Indonesia? Apabila kita merenungkan lebih jauh, maka kita bisa memberikan makna yang sebenarnya dari “Merdeka” ini.
Bangsa Kita
Bangsa kita pernah dijajah 300 tahun lebih oleh bangsa Belanda1 dan 3,5 tahun oleh bangsa Jepang. Ini berarti bangsa kita pernah dijajah oleh bangsa Eropa dan bangsa Asia Timur. Mengapa kita bisa dijajah? Ini tentu banyak sekali faktor, bisa saja karena kita tidak bersatu, egois, mementingkan diri sendiri, secara pendidikan dan ilmu pengetahuan kita belum maju. Bisa juga, bangsa lain memang maju, tetapi karena mereka juga egois, ingin mendapatkan keuntungan sendiri, maka menjajah bangsa yang lebih lemah. Penjajah selalu berkuasa daripada yang dijajah. Ini tidak dapat disangkal. Orang atau bangsa yang dijajah tentu akan sangat menderita karena kehilangan kemerdekaan. Kita kehilangan makna dari “Merdeka” tersebut. Bangsa yang dijajah tidak dapat menentukan nasibnya sendiri. Dia tergantung kepada yang menjajahnya.
Oleh karena itu, bangsa Indonesia berjuang selama bertahun-tahun, dengan pengorbanan yang tidak sedikit, baik waktu, tenaga, harta benda, bahkan nyawa. Semua itu hanya untuk mendapatkan kemerdekaan. Para pejuang dari berbagai bidang telah memberikan sumbangsih yang besar bagi kemerdekaan bangsa kita. Kalau kita mendengarkan kesaksian para veteran perang masa kemerdekaan, hati kita tentu akan sangat terharu. Mereka saat ini, mungkin secara materi sedikit, tetapi apa yang mereka perbuat begitu luar biasa besarnya. Mereka adalah bunga bangsa yang telah berguguran untuk sebuah kata “merdeka” bagi bangsa kita, bagi generasi berikutnya. Harumnya “merdeka” telah kita hirup pada masa ini.
Bangsa kita telah merdeka, merdeka dari sebuah penjajahan bangsa lain, merdeka untuk menentukan arah perjalanan bangsa ini, merdeka untuk memajukan bangsa ini. Namun, harga yang telah dibayar begitu luar biasa. Harga yang tidak ternilai. Kita tidak mungkin mampu membayar untuk kemerdekaan yang kita nikmati hari ini sebagai bangsa Indonesia. Jadi, untuk merdeka kita perlu pengorbanan di satu sisi, dan di sisi lain kita perlu mengisi kemerdekaan ini dengan tindakan yang konkret sehingga bangsa ini semakin baik dan semakin sejahtera sesuai cita-cita para pejuang bangsa kita.
Merenungkan kembali kemerdekaan bangsa kita membawa kita pada sisi yang lebih dalam, yaitu kemerdekaan jiwa kita, kemerdekaan rohani kita. Di depan, penulis mengatakan penjajah dari satu sisi adalah oknum yang ingin menguasai, yang egois, dan yang hanya untuk kepentingan sendiri. Dari sudut pandangan Alkitab, kita juga menemukan penjajah yang lebih hebat dari Belanda dan Jepang. Siapa dia? Yaitu dosa. Ketika manusia di taman Eden jatuh dalam dosa (Kej 3), dosa telah menjalar ke seluruh hidup umat manusia, tidak terkecuali. Rasul Paulus mengatakan semua manusia telah berdosa dan kehilangan kemuliaan Allah (Rm 3:23) dan upah dosa adalah maut (Rm 6:23a). Manusia di bawah kuasa dosa, tidak mampu membebaskan diri sendiri.
Diri Kita
Dosa menjadi sebuah akar persoalan yang tidak terselesaikan dalam hidup umat manusia. Dosa telah menjadi penjajah yang mumpuni, tidak ada yang mampu lepas dari kungkungan dosa. Dialah penjajah yang hebat. Manusia takluk dan tidak mampu memberontak dan membebaskan diri. Dosa menjadikan kita hidup untuk diri sendiri. Kita sulit untuk hidup memikirkan kebutuhan orang lain. Kita melakukan segala sesuatu hanya untuk kepuasan si aku. Jarang kita memikirkan apa yang bisa saya buat bagi sesama saya? Kita selalu ingin menang sendiri. Dosa mengikat kita begitu rupa, sehingga kita tidak berdaya. Untuk merdeka dari dosa kita tidak dapat berbuat apa-apa?
Namun kita bersyukur, di dalam kondisi yang tidak berdaya, manusia masih memiliki pengharapan. Ada janji dari Tuhan untuk menghadirkan kata “merdeka”dalam hidup manusia. Ketika manusia berdosa, Allah hadir memberikan way out. Allah mengasihi manusia, demikian diungkapkan Rasul Yohanes. Dia begitu mengasihi kita. Dia ingin membebaskan kita dari penjajahan dosa, supaya kita kembali memperoleh kata merdeka dan maknanya. Allah tidak hanya berjanji, tetapi Allah juga menepati janjinya.
Di Taman Eden, setelah Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa, Allah mengusir mereka, tetapi Allah menunjukkan kasih setia-Nya. Allah membuatkan pakaian dari kulit binatang dan berjanji akan membebaskan manusia dari dosa. Sejarah manusia terus berlanjut, mengapa janji Allah belum ditepati. Generasi lepas generasi, dosa terus menjalar, semakin hari semakin parah. Pada zaman Abraham, Tuhan telah memusnahkan dua kota besar, yaitu Sodom dan Gomora, dua kota yang melawan Tuhan melalui cara hidup mereka. Selanjutnya, dalam seluruh perjalanan umat Israel, keturunan Abraham, Ishak dan Yakub. Mereka adalah umat pilihan Allah. Mereka juga menjalani hidup yang penuh dosa. Banyak perlawanan dan pemberontakan yang mereka lakukan di hadapan Tuhan. Ini adalah gambaran umat manusia yang telah ditaklukkan oleh si penjajah besar: “DOSA”.
Bangsa Israel memang dipilih Allah, tetapi mereka masih berada di bawah penjajahan dosa. Hidup mereka mencerminkan bagaimana manusia hidup dalam dosa. Kitab Suci menjelaskan kepada kita, Tuhan tetap mengasihi mereka, Tuhan mengirimkan nabi untuk memperingati mereka, supaya hidup sesuai rencana Allah. Tetapi dosa lebih berperan dalam diri manusia. Manusia tunduk dan lemas di hadapan dosa. Bangsa Israel sering kali mengabaikan anugerah Tuhan kepada mereka. Sampai di sini apakah Tuhan tinggal diam, atau Tuhan membiarkan manusia terus menerus berbuat dosa dan hidup dalam dosa, sehingga manusia terus dalam lingkaran dosa? Tentu saja tidak. Israel akhirnya juga dibuang Tuhan karena penjajah dosa tidak berakhir. Penjajahan bangsa Mesir terhadap mereka berakhir, tetapi penjajahan dari dosa tetap berlanjut.
Allah tetap mengasihi manusia. Dia datang sendiri ke dalam dunia, melalui bangsa Israel, dari suku Yehuda, dari keturunan Raja Daud, Yesus Kristus, yang adalah Allah mengambil wujud manusia. Tuhan Yesus datang sebagai Pembebas manusia, sebagai Juru Selamat manusia. Tuhan Yesus hidup 33,5 tahun di dunia. Dia telah mengalami semua pergumulan hidup manusia. Tetapi, Dia tidak berdosa. Tuhan Yesus datang kepada manusia, ciptaan-Nya, supaya manusia bebas dari dosa. Ketika kita membaca referensi dari 4 Injil, kita menemukan Tuhan Yesus yang adalah Sang Juru Selamat, mengasihi ciptaan-Nya, dia melayani mereka, membukakan jalan pikiran mereka untuk melihat anugerah Tuhan. Namun, manusia berdosa banyak yang melawan Tuhan. Tetapi Tuhan tetap mengasihi mereka. Tuhan Yesus menggenapi janji Allah bagi pembebasan manusia dari dosa. Kematian Tuhan Yesus di kayu salib telah membebaskan manusia dari hutang dosa. Alkitab berkata barang siapa percaya kepada Tuhan Yesus dalam hati dan mengaku dengan mulutnya dia diselamatkan, artinya dia dibebaskan dari dosa dan memperoleh kebebasan yang sejati. Ketika kita ingin bebas dari penjajahan dosa, maka kita butuh Tuhan Yesus. Kita terima dia menjadi Tuhan dan Juru Selamat kita, sesuai janji-Nya.
Kita, anak-anak Tuhan, anak-anak Terang, murid-murid Kristus, adalah manusia yang telah ditebus oleh darah Kristus. Kita telah dibebaskan dari dosa yang membelenggu kita. Kita telah bebas dan merdeka. Merdeka dari hukuman kekal. Merdeka dari kungkungan dosa yang mematikan.
Isilah Kemerdekaan
Sebagai anak bangsa Indonesia. Kebebasan yang telah dikaruniakan Tuhan melalui para pejuang dan setiap anak bangsa perlu kita hargai. Kita perlu mengisi kemerdekaan dengan tindakan-tindakan yang nyata untuk pertumbuhan dan kemajuan bangsa Indonesia, dan menghasilkan generasi yang cinta tanah air, berkarya bagi bangsa dan mendatangkan Shalom (Damai Sejahtera) bagi bangsa kita.
Pengorbanan Kristus di kayu salib bagi penebusan dosa kita adalah pengorbanan yang besar, yang tidak ternilai. Kita tidak mungkin dapat membalas apa yang telah Dia lakukan untuk kita. Sama seperti kita tidak mungkin membalas apa yang telah dikorbankan oleh para pejuang kemerdekaan bangsa kita. Namun kita bisa berbuat sesuatu bagi keluarga, gereja, bangsa kita, bagi generasi kita dan bagi generasi berikutnya.
Marilah kita mengisi kemerdekaan yang Tuhan karuniakan ini, baik kemerdekaan sebagai komunitas bangsa dari penjajahan bangsa lain atau penjajahan secara rohani dari dosa. Sebagai anak-anak Allah, kita yang sungguh-sungguh telah merdeka, bukan karena perjuangan kita sendiri, tetapi anugerah dan janji Allah. Kita bersumbangsih dalam seluruh bidang kehidupan kita, untuk menghadirkan “Shalom” bagi bangsa Indonesia.
Dirgahayu 68 untuk Ibu Pertiwi. Selamat berkarya bagi semua murid-murid Kristus. Hargailah setiap titik kemerdekaan yang Kristus berikan pada kita dengan seluruh karya hidup kita bagi bangsa ini.
By: Pdt. Seniman Lo